Sabtu, 03 Januari 2009

BSMI Siapkan Rumah Sakit di Perbatasan Gaza

Jakarta - Tim medis Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) telah berada di Amman, Yordan. Mereka akan berupaya untuk mendirikan Rumah Sakit (RS) Lapangan di Rafa yang menjadi daerah perbatasan Mesir dengan Gaza.

Rencana tersebut adalah satu dari dua rencana yang sedang diupayakan oleh tim. Menurut rilis yang diterima detikcom, Sabtu (3/1/2009), tim juga akan berusaha untuk mengirim bantuan-bantuan ke Gaza melalui Amman. Namun mereka berharap mendapat kawalan dengan pejabat setempat agar tim relawan bisa memasuki Gaza dengan aman sehingga penyalurannya tepat sasaran.

"Tim Medis BSMI dalam menjalankan tugasnya memiliki dua rencana," jelas ketua tim medis BSMI di Palestina dr. Basuki Supartono.

Mengenai pembangunan RS, hal ini dilakukan agar dapat memberikan bantuan obat-obatan dan pelayanan kesehatan bagi korban yang ada di perbatasan. Korban-korban yang selamat dapat segera mendapat pertolongan dari tim medis BSMI.

Tim ini telah bertolak ke Palestina sejak 1 Januari lalu dengan membawa bantuan obat-obatan dan logistik serta pelayanan gawat darurat. Selain Basuki, dokter spesialis penyakit dalam Agoes Kooshartoro ikut juga sebagai tim medis.
(mok/mok)
DIKUTIP DARI DETIK.COM MINGGU 4 JANUARI 2009

Senin, 29 Desember 2008

KLINIK BSMI DIRESMIKAN OLEH WAGUBSU


Medan (Minggu, 28/12).
Kiprah BSMI yang sudah terbukti membantu masyarakat, menjadi penambah semangat bagi Puskesmas di seluruh Sumatera Utara untuk terus meningkatkan pelayanannya. Demikian Wagubsu, Ir. H. Gatot Pujo Nugroho ketika memberikan sambutan dihadapan masyarakat yang berobat gratis, sekaligus meresmikan Klinik BSMI di Jl Masjid No. 2C Tanjungrejo Setiabudi Medan. BSMI sebagai mitra puskesmas diharapkan secara sinergis dapat mewujudkan salah satu misi Gubsu yaitu Rakyat Tidak Sakit, lanjutnya. Wagubsu juga sangat terkesan dengan aktifitas BSMI tersebut dan berniat akan memberikan bantuan obat-obatan dan uang.
Sedangkan Ketua BSMI Pusat, Dr. Basuki Supartono Sp. BO, Fics. yang juga hadir mengatakan bahwa kiprah BSMI sudah diakui oleh masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. Setiap bencana yang terjadi di seluruh Indonesia, BSMI selalu hadir memberikan pelayanannya, termasuk bencana tsunami di Aceh. Bahkan di bumi Serambi Mekah tersebut BSMI mampu mendirikan Rumah Sakit. Dalam kaitan itu beliau juga menyayangkan ketika salah satu lembaga pelayanan kesehatan yakni Palang Merah Indonesia (PMI) melakukan klaim sebagai satu-satunya lembaga kesehatan di Indonesia, dengan memaksakan pengesahan RUU Palang Merah Indonesia. RUU tersebut sangat diskriminatif, karena menjadikan lembaga kesehatan yang lain hanya sebagai pelengkap bukan sama kedudukannya. Beliau meminta kepada masyarakat agar dapat memberikan dukungannya agar RUU tersebut tidak disahkan dan diubah dengan RUU yang lebih mengakomodir lembaga kesehatan lain.
Selanjutnya Ketua BSMI Medan, Dr Nuryunita Nainggolan Sp.P. menghimbau masyarakat agar dapat memanfaatkan klinik BSMI. Klinik yang dijalankan oleh para relawan kemanusiaan ini memakai sistem subsidi silang dalam pelayanannya. Bagi masyarakat yang mampu dikenakan biaya murah, namun bagi masyarakat yang miskin dapat berobat gratis dengan menyertakan surat miskin dari kepala lingkungan atau nazir mesjid di daerahnya. Saat ini klinik dapat melayani pengobatan umum, gigi dan pemeriksaaan golongan darah. Buka setiap setiap hari kecuali minggu dan hari besar dari jam 09.00 sampai 20.00.

Jumat, 19 Desember 2008

AYO SEBARKAN BROSUR BSMI !!!

Alhamdulillah, ternyata sambutan masyarakat sangat antusias terhadap kehadiran Klinik BSMI di Jl Mesjid 2c Tj Rejo Setiabudi. Terbukti dari banyaknya pasien yang memanfaatkan klinik tersebut. Agar lebih memasyarakatkan keberadaan klinik, pengurus BSMI Medan menyiapkan jurus-jurus yang cespleng. Seperti membuat blog dengan nama bsmimedan.blogspot.com atau dengan gerakan MLM (Mulut Lewat Mulut) alias ngasi tahu tetangga sebelah rumah dan satu lagi dengan menyebarkan brosur seperti ini.


Kepada seluruh jajaran BSMI Medan agar menyebarkan brosur diseluruh penjuru dunia agar klinik kita tambah maju. OKE!!!!. Menurut rencana Klinik BSMI akan dilaunching tanggal 28 Desember 2008 oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara (Bapak Gatot Pujo Nugroho). Thanks ya Pak Wagub. Mohon doanya dan mohon bantuan dananya ... he he he.

MAINAN DARI PLASTIK MENGANDUNG BAHAN RACUN

(Kutipan Rabu, 03 Desember 2008 Media Indonesia)
Berbagai mainan anak-anak seperti pistol air, mobil-mobilan, dan kuda-kudaan yang terbuat dari plastik ternyata mengandung bahan beracun phthalates. Demikian hasil laporan keamanan mainan tahunan yang dilakukan kelompok penelitian nirlaba PIRG di Amerika Serikat. Phthalates dapat menyebabkan masalah serius, terutama jika berkontak langsung. Bagi ibu hamil, bahan itu bisa mengakibatkan bayi yang dikandungnya lahir prematur. Dampak lainnya memengaruhi fungsi reproduksi, mempercepat pubertas, dan memperlemah sperma. Laporan tersebut menyebutkan bahan beracun pada beberapa jenis mainan telah dilarang berdasarkan hukum perlindungan konsumen pada 2008. "Kami merilis laporan ini selama 23 tahun dan telah mengidentifikasikan bahan beracun yang masih ada di toko," ungkap juru bicara PIRG, Elizabeth Hitchcock. Pada 2007, lebih dari 80 ribu anak-anak di bawah usia 5 tahun dirawat di rumah sakit AS akibat mainan. Sebanyak 18 pasien di antaranya akhirnya meninggal dunia. (*/Healthday/ X-5)

Kamis, 11 Desember 2008

PALANG = CROSS? BENARKAH?

Sebuah telaah dilakukan seorang relawan BSMI terkait asal muasal kata Palang. Tujuannya adalah ingin memaparkan penggunaan kata Palang yang selama ini sering digunakan. Tanpa maksud menyudutkan pihak manapun, tulisan berikut berdasarkan referensi-referensi tata bahasa atau kamus online (internet).

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia[1](KBBI) kata “ Palang” merupakan batang kayu batang kayu (bambu, besi, dsb) yg dipasang melintang pd jalan, pintu, dsb. Atau kata palang dalam kata kerja seperti memalang, memalangi, dan memalangkan yang bermakna kegiatan yang terkait dengan usaha menghalangi dengan sesuatu untuk menahan atau merintangi. Uniknya kata palang beririsan makna dengan frase kata salib[2], yaitu dua batang kayu yang bersilang; dan tanda silang. Sementara ketika ditransliterasikan kedalam bahasa Inggris, palang senada dengan bahasa inggris yaitu “Cross”. Cross sendiri diartikan sesuai dalam kamus bahasa inggris yang salah satu maknanya adalah salib. Transliterasi kata dalam bahasa Inggris yaitu “ Red Cross” menjadi dipertanyakan menjadi palang Merah, bukan Salib Merah. Lihat saja kata cross oneself artinya membuat tanda salib[3], sedangkan kata Palang bahasa Inggrisnya adalah bolt atau bar[4]. Atau kalau kita mau memaknai kata metal cross saja artinya adalah Salib Merah bukan Palang Logam[5]. Yang menjadi aneh lagi tentang pemaknaan kata Red Cross adalah kalau kita bentuk kata lain seperti master's cross bermakna salib berat[6] bukan palang yang berat.

Kerancuan tata bahasa telah masuk dalam penyerapan kata salib menjadi Palang, khususnya dengan lambang Red Cross। Bentuknya yang berupa salib seimbang atau tanda plus berwarna merah, dimaknai dengan kata palang bukan kata salib। Lihat saja kata Salib dalam KBBI [7] bermakna tanda silang seperti simbol red cross. Sejarah lambang Red Cross sendiri merupakan symbol pasukan Knight of Templar dalam perang Salib (crusade) yang berlangsung dua abad[8]. Pasukan Templar merupakan unit khusus dalam kemiliteran Tentara Kristen yang menggunakan simbol Red Cross seperti saat ini. Pasukan itu terdiri dari sub unit Merpati dan Sub Elang. Bedanya adalah penggunaan warna dasar putih bagi Templar Sub unit elang yang terkenal kejam dan sadis, sedangkan Templar sub unit Merpati dengan warna dasar biru dikenal bersahabat dengan pihak muslim dan banyak menggunakan bahasa arab. Penggunaan kata salib sendiri dalam bahasa arab adalah sholiibun[9] (Cross), sedangkan Red Cross ditransliterasikan menjadi (sholiibul ahmar). Istilah kata Palang sendiri juga selaras dengan kata Sholib (bahasa Arab)[10].

Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari budaya keTimuran dengan menonjolkan sifat saling menghargai dan berusaha sebisa mungkin menghindari konflik atau kekerasan. Bisa jadi, karena pengaruh keTimuran kita, penggunaan kata Salib menjadi Palang adalah upaya penghalusan bahasa atau bisa jadi sebuah pelencengan makna awal agar masyarakat tidak terlalu peduli dengan pemakaian lambang salib hingga bernama palang. Namun sebuah penelaahan agar kita dapat merumuskan asal muasal kata hingga kita tidak terjebak dalam kerancuan, amatlah penting kita sikapi. Terkadang lambang adalah simbol keyakinan, namun dengan usaha sosialisasi yang begitu deras maka orang menjadi salah kaprah, sebut saja misalkan ketika menyebut Palang mereka tidak sadar bahwa itu adalah Salib.


[1] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
[2] http://kamus.kapanlagi.com/contain/SALIB , http://kamus.ugm.ac.id/english.php , http://vvv.sederet.com/translate.php , http://www.kamusonline.web.id/index.php , http://kamus.orisinil.com/indonesia-english/salib , http://kamus.kapanlagi.com/salib , http://kamus.landak.com/cari/salib , http://dictionary.web.id/
[3] http://kamus.ugm.ac.id/english.php
[4] http://kamus.kapanlagi.com/salib
[5] http://vvv.sederet.com/translate.php
[6] http://kamus.orisinil.com/indonesia-english/salib
[7] lihat no.1
[8] Carole Hillenbrand, The Crusade; Islamic Perspective, terj. Heryadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), cet. Ke-1,
[9]http://kamus.javakedaton.com/index.php?message=palang&submit=_CARI&option=com_kamus&task=indonesia_arab&Itemid=29
[10] http://quran.javakedaton.com/?q=salib&submit=Submit

Selasa, 02 Desember 2008

RUU LAMBANG PALANG MERAH DISKRIMINATIF


Bergulirnya era reformasi yang sudah berjalan hampir satu dasawarsa sejak tumbangnya era otoriter dan tangan besi membuka banyak kran kebebasan. Dahulu kala kita dipaksa berazas tunggal, baik itu ormas maupun parpol-parpol jika tidak maka dicurigai subversive, dimata-matai bahkan diintimidasi. Sekarang banyak ormas-ormas bernafaskan agama, parpol berideologi agama, maupun lembaga swadaya masyarakat yang menjamur membawa misi tertentu baik sosial, budaya, pendidikan maupun kemanusiaan. Hadirnya RUU Lambang Palang Merah (LPM) seakan-akan kita digiring secara paksa untuk menerima lambang kemanusiaan yang hanya boleh digunakan adalah Palang Merah setelah penulis membaca draft RUU tersebut. Tidak dapat dipungkiri beberapa lembaga kemanusiaan seperti Bulan Sabit Merah Indonesia, Lembaga Kesehatan Cuma-Cuma dan Hilal Merah telah lama menggunakan lambang Bulan Sabit Merah yang merupakan lambang yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa. Bahkan lebih kejam lagi didalam pasal RUU LPM akan didenda tiga puluh juta hingga seratus juta rupiah atau selama tiga tahun mendekam dipenjara. Ironis sekali, di jaman kebebasan berekspresi seperti saat ini, hadir sebuah RUU yang mementingkan kelompok tertentu saja menafikan lembaga-lembaga kemanusiaan yang telah banyak memberikan sumbangsih kepada masyarakat, bahkan lembaga seperti Bulan Sabit Merah Indonesia mengharumkan nama Indonesia dengan mengirimkan relawan kemanusiaan ke Irak (2003), Pakistan (2003), dan Libanon (2006) disaat terjadi konflik maupun bencana. Daripada mengancam keutuhan hidup berbangsa yang saling menghormati lebih baik dicabut saja.
(disadur dari www.indonesianredcrescent.blogspot.com)